Perkenalan malam Rabu
ini. Tanpa sengaja atau memang sudah ada pengaturnya. Semesta menciut seketika,
dunia kita mengerdil. Pertemuan ini rumit hukumnya. Siapa kamu? Siapa aku?
Darimana kamu berasal? Dan bagaimana relasinya? Hubungan ini terjalin begitu
saja. Bersama telepon genggam yang tanpa sadar bersandar di susur tapak kami.
Kami bingung sejadi-jadinya. Bagaimana seseorang bisa menghubungi seseorang lain tanpa perantara perkenalan? Dan kamu sungguh asing. Barangkali kamu lelaki di seberang, atau juga wanita yang sedang duduk menjuntai kaki. Kami buta.
Kami bingung sejadi-jadinya. Bagaimana seseorang bisa menghubungi seseorang lain tanpa perantara perkenalan? Dan kamu sungguh asing. Barangkali kamu lelaki di seberang, atau juga wanita yang sedang duduk menjuntai kaki. Kami buta.
Malam Rabu di
penghujung Selasa. Sedang ku kirim pesan-pesan agar segera sampai, bukan
tentang bagaimana nanti pertaliaan kita bisa terjalin sempurna. Tetapi karena
genting hatimu yang tergema sudah.
Malam Rabu di
penghujung Selasa. Kita sah berkenalan. Encer. Aku senang mengenalmu, kami
senang mengambil bagian darimu. Sepenggal bagian yang kita rajut hari ini.
Terlalu berlebihan, semuanya. Materi yang sama sekali tidak teringini, empat
potong pizza delivery, kamu lah sopirnya, dan undangan perjamuan malam minggu
esok lusa. Semuanya serba tiba-tiba. Rentetan peristiwa ini mengobrak-ngabrik
seluruh jadwalku. Melenturkan segala runtuh yang merendam peluh.
Sesekali melongo,
sering kami mengira barangkali pertemuan ini memang kamu sengaja, atau ini
sebuah jebakan yang ter-rundown jauh-jauh hari. Hampir mustahil. Tetapi segera
terkikis dengan banyak terimakasih yang kamu kecap berulang-ulang. Dan kami
kecap berulang-ulang. Kepada siapa seharusnya dia ditujukan? Sedang kita
sama-sama berlebihan. Sekali lagi terimakasih.
Untuk seorang teman baru, Mulyani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar