Find this blog

More Option

29 September 2012

Dipinang




   Tinggi matahari mengantar pesan singkat darinya. Dengan terik dan panas yang tak sebegitu menyengat di kediaman ku. Terbaca pelan, semua isinya aku hayati dalam-dalam. Hari itu, aku begitu takut salah paham. Jadi dengan serius aku membacanya, mengeja huruf demi huruf agar tak ada makna yang terselip.
  Pesannya standar. Sebegitu standar hingga aku memaknainya standar  juga. Tentang prusik. Sebuah tali yang biasa anak “pala” pakai. Berwarna hitam dengan corak warna kuning dan hijau. Sejauh itu, sebenarnya semua biasa saja. Tak begitu menarik. Toh aku bukan ahli simpul yang dulu pernah Ia ajarkan ke semua. Pemberiannya akan ku simpan, cukup.
    Hingga ku dapati.
Aku baru tersadar. Aku di pinang, dengan tali yang aku maknai sendiri, yang tak begitu berarti baginya, tetapi keberadaannya membuat ku kalang kabut ketika Ia lepas dari persendian tangan.
    Sekali lagi aku dipinang, dengan tali yang Ia rangkai rumit simpul-simpulnya, tanpa cinta di dalamnya, tetapi aku mencintainya sebegitu dalam. Tetaplah rumit simpul,

F.I.B



    Iri. Diantara sekat batik yang terpapar secara melingkar. Menggambarkan ketiadaan batas dari cipta dan cinta. Semua begitu tergambar jelas, antara kebebasan dan abstrak cat minyak membaur menjadi satu. Kebebasan tak terbebat. Ada dalam nyata.
 Iri. Ada jantung yang senantiasa terpompa gila. Mendeteksi adanya khas kebebasan. Dalam lekuk poles tak rata menjadikannya nilai. Menawan dan begitu tinggi. Setidaknya aku bisa melihat mereka, meresapi tanpa harus ditemani.

13 September 2012

Malam Rabu di Penghujung Selasa



     Perkenalan malam Rabu ini. Tanpa sengaja atau memang sudah ada pengaturnya. Semesta menciut seketika, dunia kita mengerdil. Pertemuan ini rumit hukumnya. Siapa kamu? Siapa aku? Darimana kamu berasal? Dan bagaimana relasinya? Hubungan ini terjalin begitu saja. Bersama telepon genggam yang tanpa sadar bersandar di susur tapak kami.
     Kami bingung sejadi-jadinya. Bagaimana seseorang bisa menghubungi seseorang lain tanpa perantara perkenalan? Dan kamu sungguh asing. Barangkali kamu lelaki di seberang, atau juga wanita yang sedang duduk menjuntai kaki. Kami buta.
     Malam Rabu di penghujung Selasa. Sedang ku kirim pesan-pesan agar segera sampai, bukan tentang bagaimana nanti pertaliaan kita bisa terjalin sempurna. Tetapi karena genting hatimu yang tergema sudah.
     Malam Rabu di penghujung Selasa. Kita sah berkenalan. Encer. Aku senang mengenalmu, kami senang mengambil bagian darimu. Sepenggal bagian yang kita rajut hari ini. Terlalu berlebihan, semuanya. Materi yang sama sekali tidak teringini, empat potong pizza delivery, kamu lah sopirnya, dan undangan perjamuan malam minggu esok lusa. Semuanya serba tiba-tiba. Rentetan peristiwa ini mengobrak-ngabrik seluruh jadwalku. Melenturkan segala runtuh yang merendam peluh.
     Sesekali melongo, sering kami mengira barangkali pertemuan ini memang kamu sengaja, atau ini sebuah jebakan yang ter-rundown jauh-jauh hari. Hampir mustahil. Tetapi segera terkikis dengan banyak terimakasih yang kamu kecap berulang-ulang. Dan kami kecap berulang-ulang. Kepada siapa seharusnya dia ditujukan? Sedang kita sama-sama berlebihan. Sekali lagi terimakasih.


Untuk seorang teman baru, Mulyani.

10 September 2012

Salam Rindu


Untukmu.


Yang saat ini terjaga membaca atau sedang asik menghambur di kertas-kertas kerjamu. Apa yang terjadi di benakmu, sayang? Aku sekedar membual, dengan kertas juga tulisan abstrak tak teridentifikasi. Tulisan-tulisan yang bukan hanya tentangmu, kita atau apapun yang berurusan dengan cinta. Adakalanya kata satu per satu menyerbu di kepala, kata hiperbola yang kadang sulit terjelaskan.
                Hampir genap setahun, atau barangkali lebih. Bekerja serabutan, mengambil secuil perasaan yang ter ”mix and match” kan ala kadarnya. Berasa nyaman. Saat hidup bermelankoli dengan jalan dan menjadikanku budak kedramatisan, sekali ini aku senang. Beraga. Membahagia. Memiliki sesuatu yang berjalan dengan ritme tak beraturan, sewujud kisah yang terbengkalai, tak selesai, pun mimpi ringan yang tiba-tiba bermigrasi pergi.
                Dengan helaan nafas, suara derap langkah dan degup jantung yang sengaja aku kirimkan pelan-pelan. Yang tertebar, terlayar, mungkin juga hilang bersama angin yang senantiasa berhembus di segala arah. Jangan mengira apa-apa.


Salam rindu,

9 September 2012

Project today

Sometimes, we know if only stay on level a situation and condition in that time, certainly bored coming. So, the act we can do is moving everything around of us. The project today are move a bedroom, a cupboard and a table, then stick a word on the wall on elit room. 

on the Elit room door
on the wall room

8 September 2012

Separuh


    Seperempat diriku hilang entah kemana. Terbang bersama gelembung-gelembung yang saat ini atau nanti pecah, menghilang tanpa bekas. Bercampur dengan nitrogen, juga gas-gas CO2. Pembagian. Sesuatu yang terbagi itu sulit. Entah karena jarak atau keadaan. Belum sempat aku mengatakan jangan. Mereka memilih melakukannya.
     Lalu keadaan memaksa, “berikan separuh untuknya dan separuh lagi untuknya”.
     “Mana boleh hanya separuh? Keduanya meminta penuh”. Kemudian dia memaksa dengan terpaksa, “Kasih saja semuanya. Walau bagaimanapun kelanjutannya”.
Dari bagian mana aku membaginya? Sisi-sisiku telah  habis, menggerigi, tidak rata lagi. Ini nostalgila, bukan nostalgia. Rekreasi ketempat bernama jiwa, melenyapkan ketir atas segala pahit. Dengan garis yang berbeda, menjadi pembeda, sebuah jeda atas bahagia.Aku cukup bahagia. Itu saja bukan?