Find this blog

More Option

26 Februari 2012

Seperdelapan Belas

      
     Terima kasih waktu, sampai juga akhirnya. Memenuhi kontrak yang sudah lama terjadi. Nyatanya benar, cukup katakan,"Iya", lalu aku akan menikmati semua.
     Sepasang jagung muda. Bukan. Dua buah jagung muda terkantung, menggantung di tekukan dua buah jari, sepertinya siap dinikmati. "Sudah cukup larut Non, lebih baik lekas mengantre", kataku tak sabar. Aku cukup yakin, jika saat ini diulang, seperti halnya mengulang pemutaran bagian-bagian menggelitik dari sebuah film dokumenter, matanya tetap saja asyik, tidak akan lelah menikmati kekagumannya. Membelalak, menonjol keluar dari kedua kelopak matanya, untung saja sipit, batinku terkekeh aneh.
     "Aiiissshhhh", tiba-tiba saja berdesis. "Di situkah nanti?", tanyaku usang.
     Satu kali putaran dari seperdelapan belas lingkaran, duduk tepat di pucuk, memojok, memotong garis pembagi, menggantung dan diayun, terhempas lirih ke kanan dan kiri. Kami hanya bisa saling mematri, menempelkan paha dengan busa-busa, dan mempertajam lensa untuk menelusuri setiap penjuru sisi. Apakah bintang juga berlari? Bergeser inci demi inci, kemudian jatuh menghambur ke bumi, menyebar menjadi titik-titik api dalam gelap pekat? Ahh, ada ada saja aku ini. Terus-terusan menggumam dengan dada yang berdegup menghardik kegamanganku pada ketinggian.


-----*****-----

     Merindu, katanya. Ini keadaan yang pas, tetapi bukan saat yang tepat, Nona. Tidak salah memang, namun terkadang uratmu akan melemah dan mengendur tanpa sebab, terjerembab pada dimensi yang tak Kamu ketahui sebelumnya.
     Kamu, mungkin kita, aku juga, sudah terlalu lama membenamkan diri, menciptakan teori-teori juga intuisi, tidakkah itu membosankan?? Bukan tanpa tujuan kita disini, di pucuk, digantung, diputar berdua dengan seperdelapan belas lingkaran, yang tanpa usaha merelakan begitu saja Ia dibagi sebegitu banyaknya, ditemui berbagai perasaan, dan dinikmati macam-macam keadaan. Yang nyaris menyesatkan, Kamu.
     Jangan terus-terusan meninggalkan kotak hitammu di sana, membiarkan untuk berulang kali diputar dan mengambang karena angan-angan. Bawa Ia pulang, sekarang. Biarkan perasaanmu mengirimkannya, dengan caranya sendiri dan dengan jalannya sendiri. Saatnya bagi Kamu, pun juga aku menikmati perjamuan malam ini, bersama udara, lampu-lampu kota, dan sweater yang merekat erat karena berdekap embun kota.


25 Februari 2012, Alun-alun kota Batu, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar