***
Yang aku butuhkan adalah segera bergegas. Tidak perlulah banyak pilihan, satu tapi cukup menyenangkan. Tetapi aku tidak mungkin sendiri, pastilah ada seseorang yang menemani. Bercanda, berfoto ria, bolehlah belanja, dan mencicipi jajanan kota. "Bromo. Pasti seru. Beberapa temanku asli daerah probolinggo, jadi kemungkinan mereka tahu banyak hal". Segeralah untuk bertanya segala kebutuhan yang diperlukan, soal biaya, penginapan, cuaca, transportasi dan masih banyak lagi.
Aku tidak sabar. Minat ku seketika berubah menjadi Bromo, Bromo dan Bromo. "Tunggu saja teman-teman, aku mendengar mereka juga berniat menjajaki setiap inci dari Bromo". Setelah kalimat itu usai dipaparkan, bertambah saja aku mengharap, semoga mereka bisa, semoga cuaca tertata, semoga raga mampu melawan dahaga, semoga, semoga dan semoga. Terus saja berada di pucuk-pucuk mega, mengambang di awang-awang dan tertiup hawa bagai boneka teru teru bozu. Lucu
Tapi, apalah itu namanya. Walaupun sering aku tidak percaya, begitulah nyata. Setiap rencana yang disusun rapi layaknya rak yang diisi, tetap saja ada yang membuatnya tidak rapi. Bromo gagal aku tapaki. Tak apa. Hanya perlu mangganti list-list dengan tulisan baru yang berbeda.
-----*****-----
"Kapan ke kost??", pesan masuk dari seorang sahabat.
"Aku pulang hari ini, besok sabtu ya. Sekalian pengen liat Solo malam hari, menikmati nasi dan beberapa gorengan, seraya bercanda ria. Nanti kalau jadi, aku kirim pesan untukmu". Membalas dengan sesekali melihat ke luar kaca. Aku pastikan, aku menikmati perjalan hari ini, dengan lagu-lagu, dengan mata yang mulai mengantuk, dan dengan AC yang perlahan menyejuk.
-----*****-----
"Kuturuti keinginanmu semampuku. Kemana kita akan pergi?", beberapa jam setelah rencana gagal karena malam menurunkan hujan. Dengan gamblang aku menjawab,"Cari koleksi klasik Dee. Lalu kita ambil beberapa objek dari elemen-elemen keraton kota ini". Misi pertama terpenuhi. Segera saja memutar ban motor untuk mengunjungi sisa kejayaan keraton Surakarta.
Dikarenakan lambung yang belum terisi sedari pagi, akhirnya kita sepakati untuk mencicipi semangkuk soto kwali, beberapa gorengan dan segelas es pelepas pedas dari kuah yang kita sruputi. Benar-benar menagihkan.
Puas menjejali layaknya penikmat kuliner di teve-teve, lantas beranjak membekali diri dengan karcis seharga sepuluh ribu rupiah pada loket yang hari ini tampak sedikit sepi. Inilah saatnya mengapresiasi, membeliakkan mata, menikmati aroma wewangian khas keraton dan membiarkan jemari mengambil gambar yang sudah tersedia.
-Panggung Songgobuwono- |
-Pendopo Ageng Sasonosewoko- |
-Joglo Pengrawit- |
-pintu gerbang kayu- |
-patung penjaga- |
-----*****-----
Sedikit cerita weekend seru dari sisa-sisa Keraton Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar