"Yaaaah,
nggak jadi menang dong", dengan harap cemas Ia menempelkan pundaknya ke
dinding dingin rumah sakit. Dia senang, tetapi juga sedih.
"Ya
jadi lah mas, double menang malah. Ya kan??", seakan tak terima, Cintya
segera menyuarakan pikirannya. Mungkin agar tidak melihat kekecewaan karena dia
tahu bahwa masnya itu belum genap 3 tahun menjadi mualaf. Mas Seno namanya. Dia
mualaf yang sangat taat beribadah, malah lebih taat daripada kami. Terkadang,
saat kami bercanda dengannya, kemudian dia lontarkan pertanyaan sepele yang
harusnya dapat dengan mudah kami jawab, ternyata sepatah pun kata tak dapat
keluar dengan lancar. Malu. Kami seperti digampar balok bambu besar penuh
dengan kekuatan. Astaga, padahal kami yang masuk lebih dahulu.
"Kapan
selesai?", rasa kantuk seketika mendera karena kelelahannya berjalan
beberapa kilometer, hanya sekedar ingin memastikan bahwa Ia akan segera pulang.
"Sebentar
lagi Cint. Nggak sampai 1 jam kok", aku mengulang perkataan suster kala
itu, ketika kami bertemu di lorong kamar.
Hampir
pukul 12.00 WIB, tapi yang ditunggu tak kunjung usai.
"(Kraaaaaak)
Ibu Ceria. Keluarga Ibu Ceria??", dengan membawa bungkusan kain, hampir
mirip dengan kepompong pada dahan, suster itu bertanya.
"Iya
Sus, kami. Bagaimana kondisinya??", Ia menatap sebungkus kain yang dibawa
suster itu.
"Sehat
Pak. 3,1 kg. Silahkan di adzani dulu".
Dengan
antusias mas Seno bergegas memegang dan mendekatkan bibirnya ke telinga kanan si
mungil. Sedikit berbisik seperti berpesan, " Selamat datang ke dunia. Aku
bapakmu, dan Ini agamamu". Dengan tangisan dia menjawab, " Aku hadiahmu di bulan ini.Jaga aku, Yah."
"Bener kan mas, hari ini punya double kemenangan. Selamat".
Selamat datang :D |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar